BAHASA
1.
Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf (1997:1), bahasa adalah alat
komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia. Mungkin ada yang keberatan dengan mengatakan bahwa bahasa
bukan satu-satunya alat untuk mengadakan komunikasi dengan mempergunakan
cara-cara tertentu yang telah disepakati bersama. Lukisan-lukisan, asap api,
bunyi gendang atau tong-tong dan sebagainya. Tetapi mereka itu harus mengakui
pula bahwa bila dibandingkan dengan bahasa, semua alat komunikasi tadi
mengandung banyak segi yang lemah.
Bahasa memberikan kemungkinan yang lebih luas dan
kompleks daripada yang dapat diperoleh dengan mempergunakan media tadi. Bahasa
haruslah merupakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bukannya
sembarang bunyi. Dan bunyi itu sendiri haruslah merupakan simbol atau
perlambang.
2.
Aspek Bahasa
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer, yang
dapat diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan simbol
karena rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan
makna tertentu pula. Simbol adalah tanda yang diberikan makna tertentu, yaitu
mengacu kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti bahasa mencakup dua bidang, yaitu vokal yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, dan arti atau makna yaitu hubungan antara
rangkaian bunyi vokal dengan barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi itu
juga merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita (=yang diserap oleh
panca indra kita, sedangkan arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi
yang menyebabkan reaksi atau tanggapan dari orang lain).
Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian bunyi
bersifat arbitrer atau manasuka. Aribitrer atau manasuka berarti tidak terdapat
suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunti tertentu harus mengandung arti yang
tertentu pula. Apakah seekor hewan dengan ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien, atau canis itu tergantung dari kesepakatan
anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
3.
Benarkah Bahasa Mempengaruhi Perilaku Manusia?
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan apakah
bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel lain yang berada
diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebuat adalah variabel
realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa belum tentu bahasa
yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel
lain, yakni bahasa dan perilaku, perli dibuktikan kebenarannya. Selain itu,
perlu juga dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah
perilaku merujuk ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi
mencakup pendengar, pembaca, pembicara, dan penulis.
3.1.
Bahasa dan Realita
Fodor (1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem
simbol dan tanda. Yang dimaksud dengan sistem simbol adalah hubungan simbol
dengan makna yang bersifat konvensional.
Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan tanda dan
makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri tertentu yang
dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia kata cecak
memiliki hubungan kasual dengan referennya atau binatangnya. Artinya, binatang
itu disebut cecak karena suaranya kedengaran seperti cak-cak-cak. Oleh karena
itu kata cecak disebut tanda bukan simbol. Lebih lanjut Fodoor mengatakan bahwa
problema bahasa adalah problema makna. Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa
membedakan antara simbol dantanda. Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun tidak ada
hubungan kasual antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu dengan kata table.
Dari uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu
caa mengungkapkan makna adalah dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain
yang dapat dipergunakan. Namun sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang
dimaksud dengan makna belum jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa
memiliki sistem fonem, yang terbentuk dari distinctive
features bunyi, sistem morfem dan sintaksis. Untuk mengungkapkan makna
bahasa harus berhubungan dengan dunia luar. Yang dimaksud dengan dunia luar
adalah dunia di luar bahasa termasuk dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia
dalam pengertian seperti inilah disebut realita.
Penjelasan Bolinger (1981) tersebut menunjukkan
bahwa makna adalah hubungan antara realita dan bahasa. Sementara realita mencakup
segala sesuatu yang berada di luar bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam
bentuk abstraksi bahasa, karena tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna
adalah hasil hubungan bahasa dan realita.
3.2.
Bahasa dan Perilaku
Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa
selalu tersirat realita. Sementara perilaku selalu menunjuk kepasa pelaku komunikasi
Komunikasi bisa terjadi jika proses decodnig
dan encoding berjalan dengan
baik. Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder dan decoder sama-sama memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan
bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan memakai pengertian yang diberikan oleh
Bolinger (1981) tentang realita, pengetahuan dunia dapat diartikan identik
dengan pengetahuan realita. Bagaimana manusia memperoleh bahasa dapat
dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan bahasa. Sedangkan pemerolehan
pengetahuan dunia (realita) atau proses penghubung bahasa dan realita pada
prinsipnya sama, yakni manusia memperoleh representasi mental realita melalui
pengalaman yang langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya,
seseorang menyaksikan sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memiliki representasi
mental tentang kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya jug
akan membentuk representasimental tentang kecelakaan tadi. Hanya saja terjadi
perbedaan representasi mental pada kedua orang itu.
4.
Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001:1), dalam berkomunikasi
sehari-hari, salah satu alat yang paling sering dugunakan adalah bahasa, baik
bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepasa bahasa, terutama
bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari
bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang
Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak
disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis
menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan
pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan
teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa' bagi kepentingan yang lebih
terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara
terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau
bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal
bahasa bersifat sangan luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja,
bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat
memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat
memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui gungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi
tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat
untuk mengeksperesikan diri, sebagai alat berkomunikasi, sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi
tertentu, dan sebagai alat untuk kontrol sosial(Keraf,1997:3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita
akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam era globalisasi ini, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut
berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi,
maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung
memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan
tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang di dalam itu,
sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan
dan perkembangan iptek itu (Sunaryo,1993,1995).
Menurut Sunaryo (2000:6), tanpa adanya bahasa (termasuk
bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia
di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda,
yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana
berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan,
dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar,
menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika
cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena
bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung
pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa INdinesia yang
baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula.
Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia
sebagai sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap
luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat
modern.
sumber: Buku Paket Bahasa Indonesia Universitas Gunadarma
0 komentar:
Posting Komentar